Opini

Nawal El Saadawi dan Demokrasi Elektoral Setara

Idham Holik (Anggota KPU Provinsi Jawa Barat) Pada hari Minggu, 21 Maret 2021, pada saat saya di bandara (airport) jelang boarding, saya terkejut ketika membaca berita tentang wafatnya mantan dokter Nawal el Saadawi di usia 89 tahun. Tentunya dunia, lebih mengenal sang dokter tersebut sebagai pemikir prolifik feminisme modern. Keterkejutan saya tersebut dilandasi karena saya sebagai seorang pembelajar feminisme. El Saadawi bisa dilabeli sebagai pemikir besar abad 20. Oleh karena itu, saya pernah membaca pemikiran beliau yang sangat kontroversial tidak hanya bagi Mesir ataupun dunia Arab, tetapi juga dunia internasional. Sebagai pejuang HAM, khususnya pejuang kesetaraan/keadilan perempuan, Nawal el Saadawi tentunya adalah sebagai pribadi yang sangat menginspirasi perempuan dunia, terlebih khusus para perempuan di tanah yang air tak terkecuali di Jawa Barat bahkan juga aktivis lelaki juga yang memiliki semangat gender mainstreaming. Walaupun el Saadawi seorang dokter, tetapi beliau memiliki daya juang yang sangat luar biasa untuk mewujudkan gagasan keadilan untuk perempuan. El Saadawi rela mengorbankan karir pofesionalnya sebagai seorang dokter atau tepatnya rela menanggung resiko pemberhentian dari jabatan sebagai Direktur Kesehatan Masyarakat Mesir pada tahun 1972, akibat el Saadawi menulis buku non-fiksi pertamanya yaitu dengan judul Woman and Sex. Di tanah air sepertinya buku ini tidak sepopuler buku fiksi el Saadawi yang berjudul Woman et Point Zero. Dengan terbitnya buku non-fiksi Woman and Sex tersebut dan buku-buku lanjutan dari buku tersebut, El Saadawi dijuluki sebagai Simone de Beauvoir dari dunia Arab. Rekan-rekan pasti dengan baik dapat memahami siapa pribadi dan pemikiran Simone de Beauvoir tersebut yaitu sang tokoh feminisme modern dan ahli filsafat Prancis adab ek-20. Simone de Beauvoir pada tahun 1949 pernah menerbitkan buku The Second Sex. Buku itulah yang menginspirasi El Saadawi menulis buku Woman and Sex. Bukunya de Beauvoir tersebut menjelaskan pandangan historis tentang posisi yang tidak menguntungkan perempuan di masyarakat (women’s disadvantaged position in society). Berangkat dari pandangan historis tersebut, de Beauvoir mencoba memberikan pandangan alternatif tentang bagaimana seharusnya perempuan diperlakukan melakui upaya dekonstruksi budaya. Saking dipandangan sangat mengancam kekuasaan, buku Woman and Sex El Saadawi tersebut pernah dilarang beredar di publik oleh Pemerintah Mesir selama hampir dua dekade sejak diterbitkan tahun 1972. Alasannya karena buku tersebut menciptakan antagonisme terhadap otoritas teologi dan politik tertinggi di Mesir. Melalui buku tersebut, El Saadawi juga menarasikan perjuangan terhadap eksploitasi tubuh perempuan, termasuk menentang sunat bagi perempuan. Itulah kenapa El Saadawi dikenal sebagai pejuang FGM (Female Genital Mutilation). Tentunya perjuangan itu berdasarkan pengalaman empiris El Saadawi pada saat berusia 6 tahun sebagai korban praktik sunat perempuan. Buku Woman and Sex (1976) tersebut kemudian menginspirasi El Saadawi menulis buku yang berjudul The Hidden Face of Eve: Women in The Arab World (1976). Sebuah buku yang mengisahkan penglamannya dan kakaknya disunat dengan paksa di kamar mandi rumahnya. El Saadawi menjelaskan.

Pilkada Dimajukan Dari 2023 Ke 2022?

Kuningan – Wacana Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak akan dimajukan dari tahun 2023 ke 2022, mencuat di kalangan masyarakat. Jika wacana itu benar adanya, maka kabupaten Kuningan harus mempersiapkan diri untuk menyongsong Pilkada, dalam rangka menentukan calon pasangan pemimpin daerah periode mendatang. Dipastikan jika informasi itu benar, Parpol-Parpol pun akan mulai sibuk mempersiapkan strategi pemenangan.“Waduh, katanya Pilkada serentak jadinya tahun 2022 ya? Dimajukan ke 2023. Bakal rame nih,” kata salah seorang warga, Rudi, dalam sebuah obrolan di salah satu WA Group, Selasa (12/1). Terkait adanya informasi akan dimajukannya Pilkada serentak ke tahun 2022 itu, anggota lainnya di WAG , Nana, memberikan komentar. Ia menyebut informasi tersebut baru sebatas wacana, sehingga kebenarannya belum bisa dipastikan.“Itu masih wacana, bisa juga hoax. Tapi tunggu saja, kan RUU Pilkadanya juga belum disahkan oleh DPR,” ujarnya. Terpisah, saat dikonfirmasi terkait beredarnya wacana tersebut, Ketua KPU Kuningan Asep Z Fauzi S.Pd.I, memastikan informasi itu baru sebatas wacana, mengingat KPU juga masih menunggu pengesahan RUU Pilkada di DPR RI. “Dalam konteks pemilihan, KPU bertindak sebagai pelaksana UU. Jadi kapan pun jadwal Pilkada jika sudah ada perintah UU maka KPU siap melaksanakannya sesuai ketentuan,” kata Asep. Menurut Asep, jadwal regular Pilkada dilaksanakan November tahun 2024. Hal itu sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. “Opsi 2022 atau 2023 masih wacana, baru akan terjawab setelah RUU (Rancangan Undang-Undang) Pemilu disahkan jadi UU. Kapan disahkannya? Belum ada kabar,” jelas Asfa, sapaan akrabnya. Sementara itu, meski agenda Pemilu masih tergolong jauh, termasuk juga Pilkada dianggap waktunya masih jauh, sejumlah pimpinan Parpol sudah menyatakan siap menghadapi agenda politik 5 tahunan tersebut. Bahkan khusus untuk pemilihan legislatif (Pileg), beberapa Parpol sudah menargetkan raihan kursi DPRD. (Sumber : Radar Cirebon, Rabu Wage 13 Januari 2021)

Kerja Keras Menjadi Topik Pada Apel Pagi Ini

Pada hari Senin tanggal 23 November 2020 Ketua dan seluruh anggota KPU Kabupaten Kuningan beserta Sekretaris, Para Kasubag dan seluruh jajarannya melaksanakan apel pagi yang rutin dilaksanakan setiap hari Senin. Pembina apel pagi kali ini adalah Lestari Widyastuti selaku anggota KPU Kabupaten Kuningan (Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan) dan pemimpin apel Adi Sucipto. Dalam pembinaannya Lestari menyampaikan pesan tentang kerja keras. Berikut ini penyampaiannya : “Kerja keras perlu dimiliki oleh setiap orang. Karena dengan sikap tersebut menunjukan kesungguhan seseorang dalam meraih mimpi-mimpinya. Tidak ada ceritanya seseorang yang telah memiliki “nama besar” yang tidak melewati proses kerja keras yang begitu hebat. Setiap tetesan keringat menjadi saksi bisu akan setiap usaha yang dilakukannya. Layaknya buah kelapa, untuk menjadi santan yang gurih dan enak perlu “diterpa” beberapa proses pembuatan yang begitu lama. Namun, ketika kelapa itu sudah menjadi santan, banyak orang yang memburunya untuk dijadikan olahan makanan yang begitu lezat. Namun sayangnya, tidak semua orang yang mau menjalani proses kerja keras. Ada yang menyerah di tengah jalan, mundur karena keadaan dan bahkan ada yang tidak mau mencobanya sama sekali. Kenapa demikian? bisa jadi salah satu faktor penyebabnya adalah kurangnya motivasi baik dari dirinya sendiri, keluarga maupun lingkungan. Lalu bagaimana caranya untuk membangkitkan motivasi tersebut? Caranya adalah: 1) dalam pekerjaan, cintai apa yang dilakukan, 2) Cintai pekerjaan. Sukses bukanlah sebuah kebetulan, namun merupakan hasil dari proses kerja keras, tekun belajar dan pengorbanan, 3) Man jadda wajada artinya barang siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil, 4) Bahagia adalah mereka yang hidupnya selalu merasa cukup walaupun tidak kaya raya dan orang yang kaya raya bukanlah mereka yang memiliki banyak hal, namun mereka yang bisa menikmati apa yang dimilikinya, 5) Semangat yang tinggi bisa mengalahkan rasa lelah yang luar biasa, dan 6) ingat dan yakinlah bahwa ada kemenangan di setiap perjuangan, ada kesuksesan di setiap pengorbanan dan ada kemuliaan di setiap ujian.” Pesan yang disampaikan pada amanat pembina apel kali ini bertujuan untuk memotivasi kerja seluruh pegawai yang ada di lingkungan kerja Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Kuningan. Setelah apel pagi dilanjut dengan rapat pimpinan yang dipimpin langsung oleh Ketua KPU Kabupaten Kuningan Asep Z Fauzi.(Tim Media Center KPU Kuningan)